" Kalo penyuap tidak juga dihukum seperti diperundangan, tentu buat masyarakat yang menyuap bisa seenaknya, " ujar Mahasiswa hukum penonton sidang.
BADUNG - kasus calo untuk mempekerjakan pegawai Non ASN di Pemerintah Kabupaten Badung, Putu Suarya, S.Sos (Putu Balik) yang berdinas di Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) sebagai Staf Seksi Pengembangan Sarana dan Prasarana Dasar Perdesaan sedang bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) di Denpasar.
Baca juga:
Gawat, KPK Membuat Program Desa Antikorupsi
|
SIDANG PERTAMA
Telah 4 bulan berada dalam tahanan kejaksaan Negeri Badung sejak November tahun lalu (2023) di Lapas Kerobokan mencari kebenaran yang sebenarnya terjadi. Sidang pembacaan dakwaan sudah dibacakan pada Jumat, 22 Maret 2024 lalu.
Analisa hukum yang dituangkan dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum sepertinya kurang menggigit dan terkesan malu - malu untuk membongkar habis yang sebenarnya terjadi di pemerintahan Kabupaten Badung.
Bak pahlawan di siang bolong Putu Suarya alias Putu Balik menghadapi sendiri kasus hukum yang menyangkut penerbitan SK pegawai non ASN di wilayah Pemkab Badung tersebut.
Bahkan Putu Balik telah mengakui dalam keterangan BAP nya kepada penyidik Kejaksaan bahwa kwitansi yang ia tanda tangani dalam menerima dugaan suap dalam sebuah kwitansi pembayaran.
Bukti itu bisa menunjukan itikad baik dari terdakwa dalam mempertanggung jawabkan uang yang diterimanya. Bahkan ia juga dalam surat dakwaannya mengatakan juga telah berhasil menempatkan beberapa pegawai Non ASN di jajaran Pemerintah Kabupaten Badung sesuai janjinya, walau jabatan yang di pundaknya hanya seorang staf di Pemerintahan Kabupaten Badung.
Dalam keterangan Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Badung, Barkah Dwi Atmoko, sempat menjelaskan yang dikutip dalam media berita bahwa pemberi uang juga dapat dijerat hukum.
" Ada 4 orang yang mencari pegawai dan pelaku sudah menerima uang senilai Rp 680 Juta, " ungkapnya.
" Dari hasil penyidikan yang sudah jalan, pemberi ini posisinya yang dimintai uang. Tidak menutup kemungkinan (jadi tersangka). Tapi idealnya kami melihat akhir penyidikan. Kalau yang bersangkutan memberi uang dalam kondisi terpaksa, itu beda cerita, " jelas Barkah, pada pemberitaan 23 November 2023 yang lalu.
Dan bila dalam pemberitaan tersebut juga disebutkan Barkah memastikan tidak melibatkan dinas lain. Penerimaan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang berjalan saat ini dilaksanakan resmi oleh Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Badung.
"Sudah kami dalami, di 2021 hanya di situ (tempat tugas tersangka) saja. Jadi misalnya mau dimasukkan ke tenaga pendidikan, tidak bisa. Kecuali PPPK yang sekarang memang itu resmi BKD (Badan Kepegawaian), " sambung Barkah.
Kendati demikian sejauh ini sudah ada dua pegawai yang dimasukkan sebagai tenaga non ASN yakni pada tahun 2020.
Keterangan diatas tentu tidak singkron dengan bahasa tidak melibatkan dinas lain dan bekerja seorang diri dalam meloloskan.
" Kasus di tahun 2021. Semuanya belum bekerja (diterima). Ada salah satu mencuat dan ada pertimbangan dinas terkait, korban ini sehingga tidak jadi diterima di Badung. Satu orang yang lapor ke kejaksaan, " pungkasnya. (Dikutip dari media online).
Kasus yang sedang dihadapi Putu Suarya ini dengan dakwaan melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 milyar.
Atau (pasal lainnya) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000, 00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000, 00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Jangan juga dilupakan, menyuap Pegawai Negeri adalah tindakan Korupsi, Pasal 5 ay 1 huruf a UU 31/1999 jo UU 20/2001 dan memberi hadiah kepada Pegawai Negeri karena jabatannya adalah juga korupsi, Pasal 13 UU 31/1999 jo UU 20/2001.
SIDANG KEDUA
Berlanjut, kembali bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Jumat, 5 April 2024 dengan agenda pemeriksaan saksi.
“Saya sudah sampaikan kalau saya hanya ASN biasa yang tidak punya kewenangan apa apa. Tapi saksi lah yang terus meminta tolong kepada saya, ” jawab terdakwa saat ditemui usai sidang
I Putu Suarya. S.Sos., alias Putu Balik (44) mendapatkan tekanan dari 3 orang saksi yang dihadirkan oleh tim Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Badung. Saksi yang dihadirkan Agus Febrianto, Alit Widana dan Indah.
Dalam keterangan saksi Agus yang juga merupakan kelian dinas/kepala lingkungan di Desa Cemagi Badung yang mengatakan dalam persidangan bahwa terdakwa minta kepada Alit untuk menyiapkan uang Rp 40 juta.
Dalam keterangan Agus Majelis hakim sempat menegur karena saat memberikan keterangan dan setiap menjawab pertanyaan, baik dari jaksa maupun hakim, saksi Agus nampak kurang yakin dengan jawabannya dengan “kalau tidak salah”.
Hal ini membuat hakim menegur dengan mengatakan”jangan jawab begitu (kalau tidak salah), saksi katakan saja apa yang saksi tahu, kalau pakai kata tidak salah berarti tidak yakin, ” tegur hakim. “Saksi kalau tidak tahu atau lupa jawab saja tidak tahu, ” imbuh hakim lagi.
Pernyataan mengenai uang Rp. 40 juta yang menjadi kesepakatan antara terdakwa dengan saksi Alit dalam persidangan tidak terbukti bahwa terdakwa memaksa saksi Alit untuk membayar.
Yang ditimpali oleh pertanyaan hakim kepada saksi Agus soal apakah yang dilakukan dengan memberikan uang kepada terdakwa adalah perbuatan melanggar hukum? Ditanya begitu saksi menjawab tidak tahu.
”Apakah saksi tahu perbuatan ini melanggar hukum dan tidak diperbolehkan, ” tanya hakim.
“ Saya tahu, ” jawab saksi Agus.
Dalam keterangan ini menjelaskan bahwa Agus tentu masuk terlibat dalam dugaan perbuatan melanggar hukum yakni menyuap petugas aparatur negara.
Dalam keterangan dari terdakwa, ia juga membantah bahwa dirinya tidak pernah menawarkan dan tidak pernah datang ke rumah saksi Agus kecuali diundang.
" Saya tidak pernah menawarkan ada perekrutan pegawai kontrak di Pemkab Badung "
Yang uniknya Putu Balik juga dikatakan sempat menolak permintaan saksi dengan alasan terdakwa tidak mempunyai kewenangan dalam perekrutan pegawai kontrak yang dimaksud.
Dalam keterangannya bahwa saksilah yang memaksakan dirinya untuk mencarikan pekerjaan dengan imbalan sejumlah uang yang tertulis dalam sebuah kwitansi.
Menanyakan hal tidak adanya tersangka lain kepada Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Badung Bakah Dwi Hatmoko sebelumnya, Minggu 31 Maret 2024.
" Hanya di situ, kecuali dalam persidangan ada yang lain. Kalau dari kami cuma itu (Terdakwa Putu Balik), " ungkap Hatmoko yang juga menjadi Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus tersebut.
" Kok penyuap gak dihukum, gak adil ini, " sebut salah satu penonton sidang dari mahasiswa hukum yang tidak mau disebutkan namanya. (Ich)